Kendo, Aikido, martial art related

Sunday, April 11, 2010

Aikido, Body Awareness dan Emosi (Bag. II)

11:48 AM Posted by author No comments

-->
Berbicara mengenai konteks emosi dan bagaimana hal itu dikendalikan, orang seringkali menggunakan rasionalitas sebagai setir atau kendali. Hal itu tidak salah sama sekali. Ingat, komponen emosi adalah pikiran, rasionalitas seseorang dalam menilai sebuah keadaan yang membangkitkan emosi tertentu. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah bagaimana kemudian kita bisa mempermudah rasio mengambil alih kendali atas emosi.

Salah satu komponen emosi adalah perubahan fisiologis. Perubahan yang terjadi pada fisik kita ketika kita mengalami suatu keadaan emosional tertentu. Degup jantung menjadi cepat, atau melambat, napas memburu, atau malah menjadi pelan, otot yang menegang atau melemas, dan sebagainya. Hal itu bisa kita rasakan dan kita observasi melalui tubuh kita sendiri kalau kita meluangkan waktu untuk merasakannya. Paul Linden (2007) mengatakan bahwa tidak melulu perubahan emosi mengakibatkan perubahan ritme tubuh yang kita rasakan, hal itu bisa terjadi sebaliknya. Bagaimana ritme tubuh kita juga bisa menetukan warna emosi yang kita alami. Ketika kita memposisikan tubuh kita tenang ketika kita marah, maka perlahan kita akan merubah kemarahan itu menjadi ketenangan, juga sebaliknya. Latihan yang simpel bisa kita lakukan kok. Begini caranya. Ketika bangun tidur, di pagi atau siang hari tidak jadi masalah, cobalah untuk tersenyum, dan pertahankan postur tubuh yang rileks, santai. Jangan berlebihan juga sih, atau apa yang kita lakukan akan membuat teman serumah atau keluarga kita yang peduli dan penyayang memanggil petugas dari rumah sakit jiwa. Apa hasil dari latihan tersebut? Biasanya ketika kita bangun, tersenyum, dan mempertahankan sikap tersebut, suasana hati kita akan ceria di sisa hari, dan kita merasa lapang dan ringan. Lakukan hal yang sebaliknya esok hari. Ketika bangun tidur, apapun yang terjadi, cemberut. Terus cemberut pada diri sendiri di depan cermin, cemberut pada orang lain, kucing tetangga, dan sebagainya. Sekali lagi jangan berlebihan juga, ingat rumah sakit jiwa? Kita tidak mau ke sana lagi kan? Apa yang terjadi di sisa hari ketika kita melakukan itu? Biasanya suasana hati kita menjadi tidak keruan, kesal sendiri, dan bete. BA bisa sangat membantu dalam pengendalian emosi kita.

Lalu bagaimana kita mencapai hal itu? Body awareness, pemahaman atas tubuh, observasi ulang atas tubuh kita ketika mengalami keadaan emosi tersebut. Ketika kita mampu untuk mengobservasi ulang keadaan tubuh kita pada saat keadaan emosional tersebut kita alami, maka kita bisa merubah emosi tersebut menjadi warna yang bisa lebih kita kendalikan. Ketika kita marah, tidak lantas langsung memberikan bogem mentah pada orang yang membuat kita marah. Ketika kita sedih, kita tidak lantas putus asa dan tidak mampu berbuat apa-apa. Namun demikian, hal ini perlu dilatih dan dikembangkan secara perlahan.

Oke, sudah banyak yang dibicarakan, lalu di mana Aikido dalam semua ini? Paul Linden adalah seorang terapis yang menggunakan konsep BA ini dalam menangani berbagai masalah, dari trauma, resolusi konflik, hingga masalah-masalah psikologis lainnya seperti fobia. Dia merumuskan metode latihan BA dari latihan Aikido. Menurutnya, prinsip-prinsip latihan Aikido mulai dari nafas, bagaimana kita bergerak, bagaimana kita bereaksi terhadap uke ketika kita melakukan teknik punya potensi untuk mengembangkan BA. Paul Linden sendiri adalah seorang Aikidoka yang memegang tingkat rokudan atau Dan 6. Menurutnya, latihan Aikido penuh unsur-unsur yang bisa mengembangkan BA seseorang. Ilustrasinya begini, ketika kita diserang dalam latihan, kita harus bisa, atau seorang Aikidoka harus bisa, merespon serangan yang datang dengan efektif, tidak membuang tenaga percuma, dan menjaga keselamatan uke. Pasti terbayang bagaimana sensei-sensei kita selalu menekankan rileks, mempertahankan center of gravity kita, dan mengatur nafas. Kalau mau dilihat lebih dalam lagi, hanya dari mempertahankan center of gravity, kita bisa mengambil pelajaran. Bagaimana kita bisa mempertahankan center of gravity kita? Merasakan pusat gravitasi tersebut. Di mana letaknya, bagaimana rasanya, ada atau tidak, dan sebagainya. Hal itu sebenarnya merujuk pada bagaimana kita merasakan ritme tubuh kita ketika diserang.

Coba sekali-sekali kita tidak terburu-buru melakukan teknik ketika diserang. Minta teman latihan kita melakukan serangan, shomen-uchi misalnya. Minta dia supaya berhenti persis di depan wajah kita tetapi dengan kecepatan tinggi. Coba analisa apa yang terjadi pada tubuh kita. Perasaan apa yang muncul? Marah, atau takut? Bagaimana kita bernapas? Lancar atau tersendat pada titik tertentu? Bagaimana dengan otot kita? Lemas kah? Atau rileks? Atau tegang? Bagaimana bahu kita? Condong ke depan, atau terbuka ke belakang? Dan sebagainya. Ingat, ini adalah latihan, dan kita harus jujur pada diri kita sendiri. Rasakan apa yang kita rasakan, dan tidak terpaku pada keadaan yang ideal dan kita inginkan. Bila kita bisa mengobservasi sensasi-sensasi yang kita rasakan dengan jujur, itu adalah langkah pertama dalam melatih BA.

Pertanyaan selanjutnya, apakah dengan berlatih Aikido terus menerus dengan rajin kita bisa melatih BA? Sayangnya tidak, atau setidaknya belum terdokumentasi secara ilmiah tentang efek berlatih Aikido pada perubahan BA seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh penulis pada Aikidoka kota Bandung menggunakan analisis korelasi antara tingkatan sabuk dan lama berlatih Aikido dengan skor BA yang berkaitan dengan kondisi emosi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara keduanya. Diskusi yang penulis lakukan dengan Paul Linden mengenai masalah ini menghasilkan kesimpulan bahwa BA bukanlah suatu hal yang bisa dicapai tanpa latihan yang melibatkan proses pembelajaran secara langsung mengenai pemahaman atas tubuh. Artinya, ketika seseorang ingin mengembangkan kemampuan BA-nya, ia harus melatih hal itu secara sadar. Latihan Aikido mungkin mengembangkan BA ketika berada di dalam latihan atau ketika melakukan teknik, tetapi tidak untuk aplikasi di luar latihan seperti dalam hal mengendalikan emosi.

Terakhir, melalui tulisan ini penulis ingin menekankan bahwa berlatih Aikido memiliki banyak manfaat, di antaranya adalah pengendalian emosi melalui BA. Namun demikian, semata-mata berlatih teknik Aikido tidak akan mengembangkan kemampuan ini, apalagi manggunakannya untuk pengendalian emosi. Aikido memiliki potensi dalam memberikan kemampuan lain selain teknik-teknik pembelaan diri. Hal ini sudah dipraktekkan oleh Paul Linden. Pembelajaran yang lebih spesifik, eksplisit mengenai BA, atau sesi tersendiri yang membahas dan melatih kemampuan yang terpendam dalam bela diri kita tercinta ini akan sangat membantu seseorang untuk mengeksplorasi lebih jauh kedalaman dan manfaat berlatih Aikido yang berlimpah.

Untuk yang belum baca bagian 1, bisa klik disini . Bagi para praktisi senior ataupun baru mulai latian aikido dan membutuhkan perlengkapan latihan seperti gi, boken, jo, maupun tanto ? silahkan klik disini

Sumber:
Atkinson, Rita L., Atkinson, Richard, C., Smith, Edward E., Bem, Daryl J., Nolan-Hoeksema, Susan. (1996) Hilgard’s Introduction to Psychology. Orlando. Harcourt Brace College Publishers.
Lazarus, Richard S. (1991) Emotion and Adaptation. New York. Oxford University Press.
Linden, Paul. (2003) Aikido Beginner’s Handbook. www.being-in-movement.com
Linden, Paul. (2003) Reach Out, Body Awareness Training for Peacemaking-Five easy Lessons. www.Being-in-movement.com (diunduh tanggal 27 Desember 2006).
Linden, Paul. (2003) TheUse of Touch in Aikido Practice. www.being-in-movement.com
Linden, Paul. (2007) Embodied Peacemaking: Body Awareness, Self-Regulation and Conflict Resolution. www.being-in-movement.com (diunduh tanggal 6 Februari 2008).
Rothschild, Babette. (2000) The Body Remembers. New York. W. W. Norton & Company.


Wahyu Anggoro

Aikido, Body Awareness dan Emosi ( Bag. I )

11:15 AM Posted by author No comments

-->

Melihat judul di atas, kita mungkin akan bertanya-tanya. Apa sih yang dimaksud dengan ketiganya? Apa hubungan yang ada di antara ketiga hal tersebut? Tulisan ini bermaksud untuk mencoba memberikan, atau setidaknya mencoba untuk memberikan makna dan keterkaitan dari ketiga hal tersebut.

Pembaca buletin ini tentu tidak asing dengan aikido. Itu, lho, latihan yang kita lakukan setidaknya dua kali seminggu, di mana kita dengan senang dan gembira melempar-lempar (atau dilempar-lempar oleh) orang ke atas matras (atau puzzle, atau karet ban, atau bahkan tanpa alas sama sekali) dengan gerakan-gerakan aneh yang dilihat orang lain seperti sedang menari-nari. Aikido yang diciptakan oleh O-sensei Morihei Ueshiba di awal dan pertengahan abad ke duapuluh yang lalu (seperti sudah lama ya kesannya?) merupakan bela diri modern yang mengutamakan pertahanan diri total tanpa maksud adanya unsur serangan samasekali (walaupun itu nantinya akan tergantung dari persepsi masing-masing orang), dan merupakan salah satu bela diri yang populer dan digandrungi oleh sebagian masyarakat dunia (iya ya?). Sisanya teman-teman pembaca buletin Budo ini pasti sudah tahu dong apa itu Aikido, dan pastinya punya konsep sendiri-sendiri tentang Aikido, jadi tidak perlu dijelaskan lebih jauh lagi. Oke? Sip!

Kita pindah ke kata atau frase yang kedua, body awareness. Apa sih yang dimaksud dengan body awareness itu? Kalau melihat dari terjemahan langsungnya, kata body awareness kira-kira berarti “kesadaran tubuh” atau “kesadaran akan tubuh”. Simpel dan sederhana? Tentu saja, karena hal itu memang sederhana. Kesadaran akan tubuh. Kalau kita mau lebih masuk ke dalam konteks, maka body awareness (selanjutnya akan disingkat sebagai BA demi memanjakan kemalasan penulis, hehe) sebenarnya berarti lebih kepada “pemahaman, pengetahuan akan tubuh sendiri yang meliputi sensasi-sensasi yang dirasakan oleh individu yang bersangkutan – dalam hal ini ya kita-kita ini”. Kalau mau sumber yang lebih dipercaya, (karena uraian di atas adalah kesimpulan yang dibuat oleh penulis mengenai topik yang terkait), maka ada seorang pakar terapi yang bernama Paul Linden (2007) yang mengatakan bahwa:

Secara sederhana BA adalah ‘mengetahui dan menyadari proses yang berlangsung pada tubuh ketika seseorang melakukan suatu tindakan’. Sadar akan tubuh sendiri berarti:
Mengetahui, merasakan—
Ritme, bentuk, kualitas dari—
Nafas, otot, postur, gerakan—
Bagaimana kita mengarahkan intensi kita pada hal-hal di luar dan di dalam tubuh—
Bagaimana intensi tersebut mempengaruhi bentuk otot dan gerakan kita—
Bagaimana semua itu adalah respon terhadap apa yang terjadi di sekitar kita—
Bagaimana hal tersebut mempengaruhi bagaimana kita merespon terhadap apa yang terjadi pada kita dan bagaimana kita merespon apa yang ada di sekeliling kita.”

Satu lagi pakar terapi, tetapi lebih kepada penanganan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) yang bernama Babette Rothschild (2000) menyatakan bahwa

Body Awareness merupakan suatu kesadaran subjektif seseorang tentang tubuhnya sendiri, tentang sensasi-sensasi yang dirasakan pada tubuhnya baik yang berasal dari dalam maupun luar tubuh

Terakhir kita pindah pada kata yang terakhir, yaitu Emosi. Pada bagian ini penulis akan memaparkan emosi dari sudut pandang psikologi, dengan alasan bahwa latar belakang penulis adalah disiplin ilmu ini. Jadi, kalau topik ini kemudian berkembang menjadi diskusi yang menggunakan sudut pandang ilmu lain, ya monggo. Itu tentu akan lebih memperkaya kita dari berbagai sisi. Sembari kita berharap ini tidak menjadi sekadar psycho babble saja.

Mengambil paparan mengenai emosi dari Hilgard’s Introduction of Psychology (1996), yang di mana buku tersebut mengacu pada Lazarus (1991), maka emosi mencakup beberapa komponen yang saling berinteraksi satu sama lain. Komponen pertama yang penting dan sering kali kita asosiasikan dengan emosi adalah “perasaan”. Kita sering berkata ”saya marah nih” atau ”gue lagi bete nih”, atau ”gue seneng banget!”. Ungkapan-ungkapan tersebut mengungkapkan perasaan yang secara subjektif dialami oleh seeorang. Dimaksud subjektif adalah hal itu berbeda-beda bagi tiap orang dan unik untuk tiap individu dan antar seseorang dengan orang lainnya. Akan tetapi bila kita melihat emosi, ada komponen lain yang melengkapi perasaan tersebut. Hal-hal tersebut meliputi perubahan fisiologis (perubahan kadar adrenalin yang menyebabkan detak jantung meningkat, konsentrasi aliran darah pada bagian tubuh tertentu, dan sebagainya); pikiran kita yang menilai hal-hal yang berkaitan dengan keadaan ketika kita merasakan emosi tersebut (apa penyebab kita marah, bahagia, atau sedih, penilaian kita secara rasional tentang bagaimana keadaan di sekeliling kita bisa menimbulkan perasaan-perasaan tersebut); ekspresi wajah; reaksi kita terhadap situasi yang membangkitkan emosi; terakhir adalah kecenderungan perilaku yang terbentuk oleh pengalaman kita dalam merespon keadaan yang membangkitkan emosi (ketika kita marah apakah kita hanya diam, atau memilih langsung memukul jatuh orang yang membuat kita marah, atau ketika kita takut apakah kita akan langsung lari menjauh atau berdiri tertegun dan tidak mampu berbuat apa-apa).

Semua faktor ini tidak ada yang berdiri sendiri-sendiri, tetapi saling mempengaruhi satu sama lain. Contohnya, ketika kita sedang mengantri dengan rapi dan manis di depan sebuah ATM menunggu giliran untuk mengambil uang, tiba-tiba ada seseorang yang memotong antrian terdepan dan menerobos masuk ke dalam ruangan ATM. Perasaan apa yang kira-kira akan kita alami? Marah, sedih, gembira? Sesuai dengan pengalaman kita mengenai kejadian tersebut, pikiran kita akan memproses keadaan yang kita jumpai. Kalau kita berpikir bahwa apa yang dilakukan orang tersebut melanggar norma-norma umum, mungkin kita akan marah. Ketika kita marah, proses fisiologis tubuh kita akan berubah (detak jantung meningkat misalnya). Ekspresi wajah kita akan juga berubah (memberengut, atau tiba-tiba sudut mulut kita menjadi berat dan turun ke bawah misalnya). Kalau kita sudah merasa kesal ketika kita menunggu di antrian tersebut, bayangkan seperti apa perasaan kita melihat pemandangan tersebut. Bagaimana kita menanggapi keadaan tersebut dalam bentuk perbuatan juga berbeda-beda. Apakah kita akan menegur orang yang bersangkutan? Apakah kita dengan marahnya akan masuk ke dalam ATM dan menyeret orang tersebut keluar dengan tidak mengatakan apa-apa? Atau diam saja dan makan hati sendirian? Tiap penilaian akan menghasilkan perasaan dan perilaku yang berbeda. Perilaku yang berbeda akan menghasilkan perasaan yang berbeda. Pengalaman yang kita alami sebelumnya dengan keadaan yang mirip atau sama akan mempengaruhi bagaimana kita mempersepsi keadaan. Bagaimana kita mengelola sensasi yang kita alami karena proses fisiologis akan mempengaruhi ekspresi wajah, perasaan dan kecenderungan berperilaku. Begitu seterusnya.
Emosi adalah hal yang penting dalam kehidupan kita. Kita hidup dalam dunia yang penuh warna-warni emosi yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari (pelangi kalee).

Lalu? Mungkin teman-teman sudah bertanya-tanya kemana arah tulisan ini menuju. Sekarang penulis akan mencoba pelan-pelan menuju ke arah sana. Semoga. Emosi, seperti di atas adalah faktor penting yang kita jumpai dalam keadaan sehari-hari. Kita digerakkan oleh emosi dan kita hidup diwarnai oleh kejadian-kejadian yang membangkitkan emosi-emosi tertentu. Beberapa membantu kita, dan beberapa merugikan kita. Teman-teman tentu pernah merasakan keadaan di mana teman-teman begitu terkuasai oleh perasaan-perasaan yang dialami. Kita sering begitu sedih sehingga kita tidak dapat berbuat apa-apa. Kita pernah begitu gembira, dan kemudian mengeluarkan pernyataan atau melakukan hal-hal yang menyinggung perasaan orang lain semata-mata karena euforia sesaat. Kita pernah begitu marahnya sehingga kita menyakiti orang yang kita anggap sebagai penyebab kita menjadi marah. Dan begitu seterusnya. Emosi terkadang menjadi tidak terkendali dan terkadang sulit bagi kita untuk mengendalikannya. Ini adalah masalah bagaimana kita bisa mengendalikan emosi kita sehingga ia tidak mengendalikan kita.

Mau tau kelanjutan artikel ini ? tenang, langsung aja klik disini . Anda praktisi senior ataupun baru mulai latian aikido dan membutuhkan perlengkapan latihan seperti gi, boken, jo, maupun tanto ? silahkan klik disini